Dampak QLC pada Prestasi: Mengapa Siswa yang Cerdas Justru Berhenti Berusaha di Akhir Masa SMA
Siswa yang dikenal cerdas dan berprestasi justru sering menunjukkan penurunan motivasi signifikan menjelang akhir SMA. Fenomena ini erat kaitannya dengan Quarter Life Crisis (QLC). Tekanan untuk mempertahankan standar sempurna di tengah berhenti berusaha masa depan membuat mereka merasa tidak berdaya, akhirnya memilih.
Selama bertahun-tahun, identitas siswa cerdas terikat pada nilai dan pengakuan akademik. Ketika memasuki QLC, mereka mulai mempertanyakan: “Untuk apa semua ini?” Pertanyaan ini, ditambah kekhawatiran akan kegagalan, membuat mereka kehilangan tujuan intrinsik, sehingga.
Rasa cemas yang datang dari tuntutan sosial adalah pemicu kuat. Siswa yang berprestasi sering dibebani ekspektasi tinggi untuk masuk universitas top. Beban ini terasa begitu berat hingga mencapai titik burnout, membuat mereka merasa lebih baik berhenti berusaha daripada menghadapi risiko kegagalan yang memalukan.
QLC juga menciptakan kebingungan dalam membuat keputusan karir. Siswa cerdas sering memiliki banyak pilihan, tetapi justru bingung memilih. Rasa takut mengambil pilihan yang salah membuat mereka paralyzed by choice. Daripada berhadapan dengan kebimbangan ini, mereka memilih berhenti berusaha dan menunda segala tindakan.
Dampak QLC terhadap prestasi sangat nyata, terlihat dari kemalasan dan prokrastinasi. Siswa yang dulunya ambisius kini merasa putus asa dan skeptis terhadap nilai usahanya. Mereka merasa tidak ada lagi motivasi eksternal yang cukup kuat untuk membuat mereka berhenti berusaha demi prestasi yang semu.
Secara psikologis, berhenti berusaha dapat menjadi mekanisme pertahanan diri. Jika mereka tidak mencoba, mereka tidak akan gagal, sehingga dapat melindungi diri dari rasa kecewa. Ini adalah paradoks tragis: kecerdasan mereka justru membuat mereka rentan terhadap ketakutan yang melumpuhkan ini.
Untuk mengatasi dampak QLC ini, diperlukan perubahan fokus dari hasil (nilai) ke proses (eksplorasi diri). Siswa berprestasi harus didorong untuk menemukan kembali makna belajar di luar ekspektasi. Dengan demikian, berhenti berusaha tidak lagi menjadi pilihan, melainkan kesempatan untuk beristirahat sejenak.
Pada akhirnya, QLC pada siswa cerdas adalah seruan untuk sistem pendidikan agar memberikan dukungan mental yang lebih mendalam. Mengenali dan memvalidasi ketakutan mereka adalah kunci untuk membantu mereka melewati masa transisi ini dan tidak berhenti berusaha untuk masa depan mereka.
